Kenapa Akademisi Butuh Second Brain? Penjelasan, Manfaat, dan Cara Membangunnya
Dunia akademik menuntut kemampuan untuk mengelola informasi dalam jumlah besar. Baik mahasiswa, guru, maupun dosen, semua menghadapi tantangan yang sama seperti tugas menumpuk, materi bertambah setiap hari, agenda penuh, dan informasi berseliweran dari berbagai sumber. Tidak sedikit akademisi yang merasa kewalahan karena terlalu banyak hal yang harus diingat sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, konsep second brain menjadi solusi modern yang banyak digunakan untuk membantu mengatur pengetahuan, ide, dan pekerjaan secara lebih efisien.
Apa itu Second Brain?
Second brain adalah sistem penyimpanan informasi eksternal yang membantu kita mengelola ide, catatan, tugas, dan pengetahuan penting. Sederhananya, second brain adalah “otak cadangan” yang dibuat menggunakan alat digital agar pikiran manusia tidak perlu menanggung beban mengingat semuanya sendiri.
Konsep ini dipopulerkan oleh Tiago Forte melalui metode Building a Second Brain. Intinya, kita memanfaatkan teknologi untuk mencatat hal-hal penting, menyimpannya dengan rapi, lalu mengaksesnya kembali saat dibutuhkan.
Kenapa Second Brain Penting untuk Akademisi?
Lingkungan akademik adalah lingkungan dengan aliran informasi yang sangat besar. Berikut alasan mengapa second brain penting bagi mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti.
- Mencegah overload informasi
Akademisi sering menerima informasi dari berbagai sumber seperti jurnal, kelas, rapat, penelitian, webinar, hingga diskusi. Tanpa sistem yang rapi, semuanya mudah terlupakan. - Membantu menghasilkan karya ilmiah
Melalui second brain, semua referensi, kutipan, ide tulisan, dan hasil membaca tersimpan secara terstruktur. Hal Ini memudahkan proses menulis artikel, laporan penelitian, atau materi ajar. - Menghemat waktu dan energi mental
Daripada mengingat semuanya secara manual, second brain membantu menyimpan dan menyortirnya otomatis. Pikiran utama pun bisa fokus pada hal yang lebih penting. - Meningkatkan produktivitas
Akademisi bisa bekerja lebih cepat karena informasi yang dibutuhkan tersimpan di satu tempat, mudah dicari, dan tidak tercecer.
Prinsip Dasar Second Brain
Agar sistem ini bekerja maksimal, ada beberapa prinsip yang biasanya digunakan dalam second brain:
- Capture (Tangkap)
Catat atau simpan seluruh ide, informasi, atau referensi penting secepat mungkin sebelum hilang. - Organize (Atur)
Kelompokkan informasi berdasarkan kategori, proyek, atau kebutuhan. Sistem populer seperti PARA (Projects, Areas, Resources, Archives) sering digunakan. - Distill (Saring)
Tidak semua informasi harus disimpan. Pilih yang benar-benar berguna untuk pekerjaan akademik. - Express (Ekspresikan)
Second brain bukan sekadar “tempat menimbun catatan,” tetapi harus digunakan kembali untuk menulis, mengajar, meneliti, atau membuat keputusan.
Contoh Tools untuk Membuat Second Brain
Ada banyak aplikasi yang bisa digunakan akademisi untuk membuat second brain, berikut adalah beberapa yang paling populer:
- Notion
Aplikasi serbaguna untuk catatan, database, manajemen tugas, hingga arsip jurnal. - OneNote
Cocok untuk akademisi yang menyukai catatan model buku digital dengan banyak halaman. - Google Keep
Ringan, cepat, dan mudah digunakan untuk menangkap ide spontan atau daftar tugas. - Obsidian
Sangat cocok untuk akademisi yang membaca banyak jurnal karena catatannya bisa saling terhubung (networked thinking). - Evernote
Salah satu alat yang paling stabil untuk menyimpan referensi, artikel, dan dokumen penting.
Langkah Membuat Second Brain
Berikut langkah praktis untuk membangun second brain yang bisa dipakai oleh mahasiswa, guru, atau dosen.
- Pilih satu aplikasi utama
Tentukan satu alat sebagai pusat penyimpanan utama agar sistem tidak terpecah. - Simpan semua hal penting
Mulai dari hasil rapat, rangkuman jurnal, rencana mengajar, ide penelitian, sampai tugas pribadi. - Gunakan sistem PARA atau sistem organisasi lainnya
Ini memudahkan kamu menyimpan semua informasi berdasarkan kebutuhan kerja. - Review secara berkala
Setiap minggu, luangkan waktu untuk merapikan catatan, menghapus yang tidak perlu, dan memperbarui proyek.
Kesalahan Umum dan Cara Menghindarinya
Meskipun terdengar sederhana, ada beberapa kesalahan umum dalam membangun second brain:
- Menyimpan terlalu banyak catatan
Menyimpan terlalu banyak catatan justru akan membuat kamu kesulitan mencari informasi yang benar-benar dibutuhkan. Solusinya, simpanlah hal-hal yang menurutmu sangat penting, berguna, dan tentu saja dapat mendukung kegiatan akademik. - Tidak konsisten
Tanpa kebiasaan yang stabil, sistem akan mudah menjadi tidak terstruktur. Tentukan jadwal rutin, misalnya 10 menit di pagi hari atau sebelum tidur, untuk mencatat, meninjau, dan merapikan catatan. - Menggunakan terlalu banyak aplikasi
Penggunaan terlalu banyak aplikasi justru dapat memperumit proses pencatatan. Hal ini menyebabkan kebingungan dalam menentukan tempat penyimpanan informasi, sehingga sistem second brain tidak dapat berfungsi secara optimal. - Tidak mengelompokkan informasi
Informasi yang tidak dikelompokkan atau diberi label dengan jelas akan membuat second brain terlihat seperti kumpulan catatan acak. Kondisi ini menyulitkan pengguna ketika harus mencari kembali informasi tertentu. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan kategori yang terstruktur, misalnya kuliah, riset, proyek, referensi, ide, atau materi mengajar.
Kesimpulan
Second brain membantu akademisi dari berbagai bidang untuk mengelola informasi secara rapi dan efisien. Dengan sistem yang terstruktur, dosen lebih mudah menyiapkan materi ajar, guru lebih cepat merencanakan pembelajaran, mahasiswa lebih mudah mengerjakan tugas, dan peneliti lebih sistematis dalam mengumpulkan data.
Butuh Bantuan dalam Riset dan Penulisan Karya Ilmiah?
Untuk mempermudah proses penulisan dan publikasi karya ilmiah, kini tersedia berbagai layanan digital seperti Ebizmark yang menyediakan platform MyData dan Ebizmark Press. Fitur tersebut membantu penulis dalam mengelola data, menyusun referensi, serta mempublikasikan karya ilmiah secara efisien dan terstandar.







